Terima kasih, sudah mampir di blog saya maaf kalo jelek; maklum baru pemula :D
Kamis, 20 Desember 2012
KIMCIL 2
Belakangan ini di Jogja makin banyak terdengar istilah kimcil. Secara etimologis kimcil merupakan singkatan dari “kimpet cilik” atau bisa juga “kimpol cilik” (bahkan ada juga yang mengartikan sebagai kimplikan cilik). Secara terminologis kimcil diartikan sebagai cewek-cewek ABG, lebih khususnya cewek-cewek ABG yang kemayu, centil, sok imut. Biasanya kimcil-kimcil ini haus akan pengakuan dan eksistensi, bahkan dalam lingkungan anak band (khususnya band “indie/underground”) terkadang kimcil sering dikaitkan dengan groupies.
KIMCIL bisa diartikan KIMPET CILIK apa itu kimpet ?? dibaca aja terbalik. jadinya kimpettempik. #upss hahahaha
atau kata lain ada juga yg mengartikan.
KI: Kecil Imut
M: Manja
C: Cerewet
I: Imut
L: Lebay
“istilah ini pertama kali muncul dari mulut Dolly dan mulai menjadi kosakata umum di lingkungan MES 56. istilah ini mulai merebak tatkala Hahan dan Hengky Strawberry nya acap kali meneriakkannya diatas panggung kala mereka main di seantero jogja. kimcil merupakan kependekan dari kimpet cilik (tempik cilik, vagina kecil) yang diucapkan untuk menyebut gadis2 muda. itu saja, tidak lebih tidak kurang!”
Range umur mereka antara 15 – 18 tahun, tampil modis dengan baju-baju distro, berlagak sok aneh/freak, suka cari perhatian dengan cara bertingkah sok nakal demi pengakuan (termasuk di dalamnya : merokok, minum-minuman keras, bertingkah sok bitchy), terkadang over kemayu dan sok manja demi mencari perhatian.
Belakangan ini, di lingkungan musik cutting edge Yogyakarta, fenomena kimcil sedang mengalami euforia. Jika pada beberapa tahun ke belakang acara musik cutting edge hanya melulu didominasi kaum adam nan sangar, sekarang kita dapat dengan mudah menemukan gadis-gadis remaja nan wangi dalam berbagai acara musik cutting edge.
Sebuah fenomena yang wajar sebenarnya, meningat perkembangan lalu lintas komunikasi dan informasi yang sedemikan dahsyatnya. Sekarang ini informasi tentang hal-hal yang berada di luar mainstream semakin mudah di dapat. Subkultur dan musik cutting edge seperti HC/punk, emo, indie-pop, shoegaze, dan lain sebagainya yang dulu dianggap aneh sekarang dianggap keren. Sekarang ini bagi sebagian remaja, semakin kita berusaha terlihat aneh maka kita akan dianggap semakin keren. Justru mereka yang terlalu mengikuti tren mainstream justru akan di cap sebagai alay and that’s so uncool.
Hal seperti tersebut di ataslah yang memotivasi banyaknya remaja-remaja untuk ingin terlihat cool dengan cara mengikuti subkultur cutting edge, pencarian akan pengakuan ini mengirim mereka ke sebuah dunia baru, sebuah neverland bagi jiwa-jiwa tersesat yang melarikan diri dari tekanan dunia orang dewasa. Tekanan yang telah merenggut hak-hak bermain dan berekspresi mereka. Lihatlah bagaimana remaja sekarang ini sedari kecil sudah didesak oleh segala kewajiban akademis mereka, kebebasan bermain dan berekspresi mereka pun tergerus oleh laju pembangunan yang semakin berorientasi profit tanpa mengindahkan berapa banyak jiwa yang rusak.
Tapi sayangnya lagi, kehadiran mereka di “neverland” baru ini ternyata juga masih tak lepas dari eksploitasi orang yang lebih tua. Beberapa orang dewasa dalam neverland ini hanya memandang gadis-gadis remaja itu hanya sebagai obyek semata, kehadiran mereka hanya dianggap sebagai bunga yang menyediakan madunya untuk dihisap ramai-ramai dan akhirnya gadis-gadis remaja itu akan layu sebelum berkembang.
Kehadiran gadis-gadis remaja tersebut bukanlah hal yang salah, tingkah mereka yang terkesan ingin mencari eksistensi karena memang mereka sudah kehilangan eksistensi jiwa mereka sedari kecil, tingkah mereka yang terkesan mencari perhatian karena mereka memang jiwa mereka butuh perhatian -dan bukan payudara, pantat, atau vagina mereka. Maka dari itu menurut saya ngga usah deh terlalu lebay menanggapi kehadiran gadis-gadis remaja tersebut, toh mereka bisa aja kita anggap sebagai adik-adik atau teman-teman kecil kita. biasa wae.
Dalam beberapa kesempatan beberapa teman menilai saya begitu sinis terhadap kimcil, bahkan terkesan pembenci kimcil…ageist dan sexist. Saya tak pernah menjadi pembenci kimcil, saya hanya agak jengah melihat fenomena kimcil yang terlalu overrated ini.
Kadang memang jari ini terasa lebih jujur daripada mulut, dan inilah curahan hati pribadi saya yang terdalam tentang kimcil -tanpa ada maksud menjadi “si bener” alias P.C.
CMIIW
Ciri-ciri Payudara Wanita yang Pernah Dipegang Atau Belum
Peranan payudara memang banyak, bukan sekedar menggoda nafsu pria saja, tapi payudara sebagai bukti kalau wanita itu pernah disentuh atau tidak. Payudara wanita yang belum pernah kena sentuh, senantiasa tegang. Tetapi kalau sudah kena sentuhan, payudara itu tegangnya berkurang dan membesar sedikit dari pada ukuran asalnya, lebih sering disentuh, lebih kendur. Perhatikan wanita disaat berjalan atau berlari, bergerak-gerak dan melambai jatuh ke bawah dan berbuai sekali berarti ketegangan sudah hilang. Kalau belum terkena sentuhan, walaupun payudara berbuai disaat berlari tetapi buaiannya tidak terlalu melambai-lambai berarti ketegangan masih ada.
Puting payudara yang pernah kena sentuhan menjadi panjang dan menonjol (keluar) sedikit dari tempat ‘persembunyiannya’. Payudara yang selalu kena remas akan menjadi lebih besar, dan jangan beranggapan wanita yang memiliki payudara besar berarti dadanya sering remas. Sebab, payudara yang besar kena remas dan yang besar karna alami memang berbeda.
Payudara yang kena remas menjadi besar tetapi tidak tegang. Sementara payudara yang besar karena alami senantiasa tegang dan disaat berjalan tidak bergoyang.
Mungkin sebagian dara Anda bertanya, mengapa payudara bila kena sentuhan bisa jatuh dan apa hubungan telapak tangan dengan otot payudara? Ya, di kala payudara itu dipegang atau diremas-remas wanita merasa gairah, disaat bergairah hormon-hormon akan mengisi ruang payudara sehingga menjadi tegang. Setelah bergairah, payudara yang tegang lalu akan mengendur yang membuat ototnya mengendur pula. Payudara yang kena hisap putingnya menjadi lebam, yang belum kena hisap putingnya berwarna merah jambu.
Pada payudara memang mengandung seribu tanda tanya, termasuk mengetahui wanita yang sudah punya anak atau belum. Perhatikan putingnya, jika tegangnya menghala ke atas berarti wanita itu sudah pernah melahirkan, jika putingnya senantiasa menonjol keluar dan mendangak ke atas berarti wanita itu sudah pernah melakukan hubungan badan, tetapi belum pernah melahirkan. Namun, payudara sering kali dianggap sebagai simbol seks, sebagian besar wanita dan lelaki sangat menyukai payudara karena ketika melakukan hubungan sexsual mereka dapat mencapai orgasme hanya karena rangsangan payudara.
Seorang wanita jika telah dewasa, kecil kemungkinan ukuran payudaranya berubah, kecuali bila berat badannya bertambah. Pembengkakan payudara karena kehamilan, menyusui atau pengaruh pil kontrasepsi adalah bersifat kondisional. Postur tubuh yang baik akan membentuk payudara nampak lebih besar. Coba tanyakan, apakah ia senang payudaranya disentuh atau tidak? Sebagian besar wanita memiliki puting payudara yang sangat sensitif sebagian lainnya tidak, mereka mungkin ingin payudaranya disentuh atau mungkin tidak.
Tetapi umumnya, wanita menyukai sentuhan lembut dan ciuman pada payudara dan juga pada puting payudara. Payudara dan putingnya akan mengeras apabila dirangsang. Begitulah tanda-tanda yang paling jelas bila ia terangsang, meskipun tidak semuanya demikian. Tanda-tanda lainnya adalah lubrikasi (pelendiran) pada liang vagina, kemerah-merahan di dada dan meningkatkan kecepatan denyut jantung dan pernafasan.
Serempet Gudal- Kimcil
Aku suka susumu meskipun gede satu
Aku suka anumu meskipun belum tumbuh bulu
Kamu sering dipakai temanku
sering dipakai kakak ku
Kamuuuu tetanggaku pernah pake kamu
Masih sma kelas satu
Idola di sekolahku
Kamu dipake guru biar rangking satu
Kecil imut unyu – unyu
Wajahmu amatlah lucu
Merah jambu, gigi baru, tumbuh seribuuuu
#reff[alizzalblog]
Aku suka susumu meskipun gede satu
Aku suka anumu meskipun belum tumbuh bulu
Kamu tinggalkan masa kelam mu
Beribadahlan selalu,
kamuu jangan lupa shalat lima waktu
Beristighfarlah selalu,
agar kau ingat tuhanmu
Ayo kamu jangan ragu ingat ibu
#reff
Aku suka susumu meskipun gede satu
Aku suka anumu meskipun belum tumbuh bulu
Kimcil, kimcil, kimcil, kimcil
Teman – teman bilang kamu kok mau jadi kimcil
Kimcil, kimcil, kimcil, kimcil
Gadis imut tengil kamu kok mau jadi kimcil
Kimcil, kimcil, kimcil, kimcil
Teman – teman bilang kamu kok mau jadi kimcil
Kimcil, kimcil, kimcil, kimcil
Gadis imut tengil kamu kok mau jadi kimcil
Dam dada dam, bukan ian kasela
Dam dudi dam, bukan eno lerian
Bolo – bolo bukan tina toon lho
Ini hanya cerita saja
Kim to the cil kamu tu masih kecil
Cil to the kim tak sulap bimsalabim
Prok prok prok tolong dibantu ya
Ini hanya lagu untuk kita semua
Siyoho siyoyo sihohoho siyoyoyo
Kimcil, kimcil, kimcil, kimcil
Teman – teman bilang kamu kok mau jadi kimcil
Kimcil, kimcil, kimcil, kimcil
Gadis imut tengil kamu kok mau jadi kimcil
Kimcil, kimcil, kimcil, kimcil
Teman – teman bilang kamu kok mau jadi kimcil
Kimcil, kimcil, kimcil, kimcil
Gadis imut tengil kamu kok mau jadi kimcil
KIMCIL
Belakangan ini di Jogja makin banyak terdengar istilah kimcil. Secara etimologis kimcil merupakan singkatan dari “kimpet cilik” atau bisa juga “kimpol cilik” (bahkan ada juga yang mengartikan sebagai kimplikan cilik). Secara terminologis kimcil diartikan sebagai cewek-cewek ABG, lebih khususnya cewek-cewek ABG yang kemayu, centil, sok imut. Biasanya kimcil-kimcil ini haus akan pengakuan dan eksistensi, bahkan dalam lingkungan anak band (khususnya band “indie/underground”) terkadang kimcil sering dikaitkan dengan groupies. Range umur mereka antara 15 – 18 tahun, tampil modis dengan baju-baju distro, berlagak sok aneh/freak, suka cari perhatian dengan cara bertingkah sok nakal demi pengakuan (termasuk di dalamnya : merokok, minum-minuman keras, bertingkah sok bitchy), terkadang over kemayu dan sok manja demi mencari perhatian. Belakangan ini, di lingkungan musik cutting edge Yogyakarta, fenomena kimcil sedang mengalami euforia. Jika pada beberapa tahun ke belakang acara musik cutting edge hanya melulu didominasi kaum adam nan sangar, sekarang kita dapat dengan mudah menemukan gadis-gadis remaja nan wangi dalam berbagai acara musik cutting edge. Sebuah fenomena yang wajar sebenarnya, meningat perkembangan lalu lintas komunikasi dan informasi yang sedemikan dahsyatnya. Sekarang ini informasi tentang hal-hal yang berada di luar mainstream semakin mudah di dapat. Subkultur dan musik cutting edge seperti HC/punk, emo, indie-pop, shoegaze, dan lain sebagainya yang dulu dianggap aneh sekarang dianggap keren. Sekarang ini bagi sebagian remaja, semakin kita berusaha terlihat aneh maka kita akan dianggap semakin keren. Justru mereka yang terlalu mengikuti tren mainstream justru akan di cap sebagai alay and that’s so uncool. Hal seperti tersebut di ataslah yang memotivasi banyaknya remaja-remaja untuk ingin terlihat cool dengan cara mengikuti subkultur cutting edge, pencarian akan pengakuan ini mengirim mereka ke sebuah dunia baru, sebuah neverland bagi jiwa-jiwa tersesat yang melarikan diri dari tekanan dunia orang dewasa. Tekanan yang telah merenggut hak-hak bermain dan berekspresi mereka. Lihatlah bagaimana remaja sekarang ini sedari kecil sudah didesak oleh segala kewajiban akademis mereka, kebebasan bermain dan berekspresi mereka pun tergerus oleh laju pembangunan yang semakin berorientasi profit tanpa mengindahkan berapa banyak jiwa yang rusak. Tapi sayangnya lagi, kehadiran mereka di “neverland” baru ini ternyata juga masih tak lepas dari eksploitasi orang yang lebih tua. Beberapa orang dewasa dalam neverland ini hanya memandang gadis-gadis remaja itu hanya sebagai obyek semata, kehadiran mereka hanya dianggap sebagai bunga yang menyediakan madunya untuk dihisap ramai-ramai dan akhirnya gadis-gadis remaja itu akan layu sebelum berkembang. Kehadiran gadis-gadis remaja tersebut bukanlah hal yang salah, tingkah mereka yang terkesan ingin mencari eksistensi karena memang mereka sudah kehilangan eksistensi jiwa mereka sedari kecil, tingkah mereka yang terkesan mencari perhatian karena mereka memang jiwa mereka butuh perhatian -dan bukan payudara, pantat, atau vagina mereka. Maka dari itu menurut saya ngga usah deh terlalu lebay menanggapi kehadiran gadis-gadis remaja tersebut, toh mereka bisa aja kita anggap sebagai adik-adik atau teman-teman kecil kita. biasa wae. Dalam beberapa kesempatan beberapa teman menilai saya begitu sinis terhadap kimcil, bahkan terkesan pembenci kimcil…ageist dan sexist. Saya tak pernah menjadi pembenci kimcil, saya hanya agak jengah melihat fenomena kimcil yang terlalu overrated ini. Kadang memang jari ini terasa lebih jujur daripada mulut, dan inilah curahan hati pribadi saya yang terdalam tentang kimcil -tanpa ada maksud menjadi “si bener” alias P.C.
Harap Cantumkan Sumber web Ini Jika Anda Copas: http://www.sik-asik.com/2012/08/inilah-arti-dari-kata-kimcil.html
Copyright www.sik-asik.com Under Common Share Alike Atribution
Rabu, 19 Desember 2012
Superman Is Dead
Bermarkas di Kuta Rock City. Beranggotakan 3 pemuda asal Bali berusia 20-an, baik hati, bijak bestari, dan tepo seliro yaitu:
» Bobby Cool (beer drinker, lead vocal, guitar, well-known as "The Bastard Child of Fat Mike" since his voice sounds pretty similar with that NOFX frontman)
» Eka Rock (beer drinker, bass, backing vocal, warm smilin' Rock 'N Roll bandman)
» Jerinx (hairwax junkie, drum, beer drinkin' Rock'N Roll prince charming)
Nama tendensius Superman Is Dead (SID) dicomot dari Stone Temple Pilot's "Superman Silvergun". Namun karena dianggap miskin konotasi, zonder rasa bersalah secara sewenang-wenang nama tersebut lalu diganti menjadi "Superman Is Dead" - yang seenak udelnya dimaknai sebagai: tak ada manusia yang sempurna.
Pada mula kemunculan, akhir 95, SID pekat teracuni warna Green Day & NOFX. Seiring beringsutnya waktu, inspirasi musikal SID bergeser ke genre Punk 'N Roll a la Supersuckers, Living End & Social Distortion.
Imej yang frontal hendak ditonjolkan oleh SID ke publik, self-described as: "Blitzkrieg 3-chordsabilly Beer Punk Rock" (think raw energy of Ramones vs Living End meets Supersuckers + Sid Vicious' nihilism yet supersonicaly fueled with beer-soaked Rockabilly attitude… Ribet, kan? Horeee…)
SID sendiri telah menerbitkan 3 indie album (Case 15 - thn 95; Superman Is Dead - thn 99; Bad, Bad, Bad - Maret 2002, berformat mini album - berisikan 6 lagu). Menuju pelebaran skala wilayah pencapaian publik, fajar 2003 SID - bekerjasama dengan Spills Record - merilis ulang "Bad, Bad, Bad" dalam bentuk single (4 lagu). Maret 2003, SID menandatangani kontrak dengan Sony Music Indonesia. Yang oh mengejutkan, Sony Music berbesar hati mempersilakan SID riang gembira terus bernyanyi dalam lirik mayoritas berbahasa Inggris. Tepatnya 70% Inggris, 30% Indonesia. Wow. Sony Music nekat (namun terukur)? Atau beranggapan sudah saatnya menancapkan jejak monumental? Atau semata capek/males/bosen/ngantuk dibombardir ewuh pakewuh etos adiluhung Punk Rock oleh kontingen big badass Balinese beer band bernama SID? Whoa... (Hey, whatever it is, the history of Indonesian Punk Rock has just begun. And miracles are real, mind you)
Kilas balik, pra-tragedi bom SID agresif diundang berkiprah di kafe-kafe internasional di seantero Kuta yang mana SID dipersilakan memuntahkan gubahan sendiri (baca: bukan sebagai cover band). Esensial dicatat, untuk skala lokal hal ini belum pernah terjadi sebelumnya di Bali. Di masa silam, legiun band yang beraksi di pub-pub di Kuta hanya diijinkan mengusung ciptaan orang lain an sich.
Popularitas SID perlahan kian menjulang ketika satu demi satu tembang SID - yang dominan berlirik Inggris - ultra frekuentif diputar di radio-radio lokal berpengaruh ya di Bali ya (melebar) ke Jawa >dus, percaya atau tidak, lagu-lagu SID malah telah gencar juga diperdengarkan di radio-radio di Australia, Swedia dan jazirah Skandinavia lainnya.
Langkah fenomenal SID bisa disebut dimulai pada Agustus 2002 saat menjadi band pembuka Hoobastank di Hard Rock Hotel, Kuta, Bali. Kemudian tengah September '02 SID duhai mencengangkan sukses mengobrak-abrik Senayan di acara Puma Street Games. Berlanjut Desember 02 SID digjaya meluluhlantakkan PL Fair. Berikutnya diwawancara oleh MTV Sky, M97 FM, Prambors, dsb, serta masif diekspos oleh hampir seluruh majalah remaja populer nasional. Di Hai edisi tahunan 2002-2003 - bersama Rocket Rockers - SID dimunculkan sebagai The Next Big Thing. Pun oleh MTV Trax SID dinobatkan sebagai band potensial 2003.
Awal Mula Permusuhan The Jak dan Viking
Ini adalah hasil copy dari pengalaman orang, baca sendiri ya…
Perseteruan antar suporter Persija dan Persib sudah berlangsung lama, tepatnya sejak tahun 2000 yaitu bertepatan dengan Liga Indonesia 6 berlangsung. Di putaran 1 sekitar 6 buah bis suporter Persib datang ke Lebak Bulus dan masuk ke Tribun Timur. Dan terdiri dari banyak unit suporter seperti Balad Persib, Jurig, Stone Lovers, ABCD, Viking dll. Saat itu yang terbesar masih Balad Persib. Meski sempat nyaris terjadi gesekan dengan the Jakmania, tapi alhamdulilah tidak terjadi bentrokan yang lebih luas. Justru kita suporter Persib bergerak ke arah the Jakmania tuk berjabat tangan. Gw inget banget yel-yel kita waktu itu : “ABCD … Anak Bandung Cinta Damai”. Selesai pertandingan suporter Persib juga didampingi the Jakmania menuju bus. Dan The Jakmania mengikuti dengan menyanyikan lagu Halo Halo Bandung.
Penerimaan the Jakmania membuat kita (Viking) berniat tuk mengundang datang ke Bandung saat putaran 2. Dialog berlangsung lancar karena seorang Pengurus the Jakmania yang bernama Erwan rajin ke Bandung tuk bikin kaos. Hubungan Erwan dengan Ayi Beutik juga konon akrab banget sampe2 Erwan pernah cerita kalo dia suka sama adiknya Ayi Beutik. Melalui Erwan jugalah Viking menyatakan keinginannya tuk mengundang dan menyambut the Jakmania di Bandung meski kita sendiri masih khawatir dengan sikap bobotoh yang lain.
The Jakmania saat itu belum sebesar sekarang. Yang nonton di Lebak Bulus aja cuma di sisi Selatan tribun Timur. Jadi bersebelahan dengan Viking. Nah ajakan Viking itu langsung ditanggapi oleh the Jakmania yg memang sudah punya niat jg tuk melakoni partai tandang. Dibentuklah kemudian perencanaan, salah satunya dengan mengutus Sekum dan Bendahara Umum the Jakmania saat itu yaitu Sdr Faisal dan Sdr Danang. Mereka ditugaskan tuk melobi Panpel Persib dari mulai masalah tiket hingga tribun the Jakmania. Kebetulan Danang lagi kuliah di Bandung sehingga tempat kosnya jadi tempat kumpulnya the Jakers disana.
Karena The Jakmania belum berpengalaman mengkoordinasikan anggota tuk nonton tandang. Justru yang menjadi masalah justru bukan di koordinator kepada Panpel Persib tapi di anggota The Jakmania itu sendiri. Banyak anggota yang bandel daftar pada hari H nya. Jumlah yang tadinya cuma 400 orang berkembang menjadi 1000 orang lebih! Bayangin gimana repotnya Pengurus The Jakmania nyari bis tuk ngangkut segitu banyak orang. Akibatnya The Jakmania berangkat baru jam 12 siang! Itu juga terpecah menjadi 3 rombongan. Satu bis berangkat lebih dulu karena akan ganti ban. Disusul 4 bus kemudian. Dan terakhir berangkat dengan 4 bus tambahan.
Keberangkatan The Jakmania sendiri juga masih diliputi keraguan apakah dapat tiket atau tidak. Tim Advance yang diutus mendapatkan kesulitan mencari tiket. 4 hari sebelum pertandingan terjadi kerusuhan di stadion Siliwangi akibat distribusi tiket yang kurang lancar. Ada seorang Vikers yang menganjurkan the Jak tuk hadir di acara khusus pertemuan tim dengan suporternya. Faisal, Danang dan Budi ambil keputusan tuk hadir di acara itu. Disana mereka sempat bertemu Walikota Bandung, Kapolres, Ketua Panpel dan Ketua Keamanan. Mereka semua menjamin bahwa the Jakmania akan bisa masuk dan tiket akan disiapkan khusus. Paling tidak itulah info yang gw dapet dari tim Advance The Jakmania.
1 bis pertama tiba di Stadion Siliwangi. Viking siap menyambut dan mempersilahkan masuk ke stadion, padahal tiket belum di tangan. Sayang hal yang dikhawatirkan Viking terbukti. Perlahan tapi makin lama makin banyak datanglah bobotoh nyamperin the Jak dengan sikap yang tidak simpatik. Melihat gelagat buruk ini Viking minta the Jak tuk keluar dulu ke stadion sambil menunggu rombongan berikut. Sembari menunggu, gw dan beberapa rekan dari The Jakmania ada yang melaksanakan sholat ashar dulu. Ketika selesai sholat, mulailah terjadi hal2 yang tidak diinginkan. Rekan2 kita dari the Jakmania mendapatkan pukulan disana sini dengan menggunakan kayu. Salah satunya tersungkur berlumuran darah yang keluar dari kepalanya. Melihat situasi ini the Jakmania kembali diungsikan menjauh dari stadion.
Rombongan besar 8 buah bis akhirnya tiba juga. Tapi karena terlambat, stadion Siliwangi sudah penuh sesak. Lagipula kita tetap tidak berhasil mendapatkan tiket. Panpel memang kelihatan salah tingkah dan berusaha mengumpulkan dari calo2 yang masih beredar di sekitar stadion, namun jumlahnya juga tidak memadai hanya 300 lembar. Sementara bobotoh yang masih berada di luar juga mulai melakukan serangan terhadap the Jakmania. Gw sempet coba menenangkan dan cekcok dengan seorang rekan bobotoh yang ngambil dengan paksa kacamata anggota The Jakmania. Bobotoh itu bilang kalo dia kesal sama anak Jakarta karena mereka juga diperlakukan dengan tidak simpatik di Jakarta ketika menyaksikan pertandingan Persijatim vs Persib di Lebak Bulus. Bobotoh tidak mau tau kalo Persijatim tu beda dengan Persija. Seingat gw kejadian ini sempat direkam foto oleh wartawan dari Tabloid GO dan terpampang jelas esoknya di media tersebut.
Gw lalu ngambil inisiatif tuk nyari rombongan pertama the jakmania yang dateng duluan dan mengajak mereka tuk gabung ke rombongan besar. Disana gw minta maaf ke semua anggota The Jakmania karena gagal membawa rombongan sampai masuk ke stadion dan pulang dengan aman. Di situ dari Panpel juga sempat minta maaf. Namun kondisi ini tidak bisa diterima oleh seluruh rombongan The Jakmania, bahkan mereka juga tidak mau berjabat tangan dengan gw dan 2 orang Viking lainnya yang masih setia mengawal meski pertandingan sudah berlangsung.
Ketika rombongan hendak pulang, tiba2 The Jakmania diserang lagi oleh bobotoh yang masih nunggu di luar stadion. Kondisi ini jelas tidak bisa diterima oleh The Jakmania. Sudah ga bisa masuk masih juga diserang. Akhirnya The Jakmania balas perlakuan mereka (Oknum Bobotoh). Jumlah bobotoh di luar stadion masih ratusan sehingga terjadilah bentrokan yang mengakibatkan pecahnya kaca2 mobil akibat terkena lemparan dari kedua kubu. Ketika polisi datang, keributan mereda dan the Jakmania mulai beranjak pulang. Sempat pula terjadi bentrok beberapa kali ketika rombongan berpapasan dengan bobotoh yang pulang karena tidak kebagian tiket.
Sejak saat itulah api dendam dan permusuhan terus berkobar di kedua belah pihak. Puncaknya di acara Kuis Siapa Berani di Indosiar. Acara ini diprakarsai oleh Sigit Nugroho wartawan Bola yang terpilih menjadi Ketua Asosiasi Suporter Seluruh Indonesia.
Sayang bentrokan ternyata ga bisa dihindari. Bukan gw memihak tapi faktanya memang Viking yang mulai. Mereka neriakin yel2 “Jakarta Banjir” yang dibales juga oleh the Jak. Suasana memanas hingga akhirnya terjadi benturan fisik.
Letak Indosiar di Jakarta, jadi ga heran pelan2 berdatanganlah para suporter Persija kesana. Suasana sudah tidak terkendali dan atas inisiatif Polisi dan Indosiar, Viking langsung diungsikan dengan menggunakan truk Polisi. Namun kejadian ini ternyata dah menyebar luas kemana-mana hingga akhirnya terjadilah penyerangan terhadap rombongan Viking di tol Kebon Jeruk.
Gw juga heran gimana Viking menyatakan klo hadiah menang kuis dirampok the Jak padahal hadiah itu kan belum diserahkan pihak Indosiar. Hadiah itu pun sampe sekarang ga kita terima. Saat itulah nama the Jakmania menjadi buruk. Di mata media the Jakmania tidak menerima kalah sehingga menyerang. Opini sudah terbentuk dan masyarakat di Bandung juga ikutan menghujat, sementara di Jakarta menyayangkan.
Semenjak terjadi permusuhan dengan the Jakmania, apalagi setelah kejadian Indosiar, Viking berkembang pesat menjadi suporter yang dominan di Bandung. Mereka terus menebarkan kebencian ke the Jak dengan mengeluarkan kaos2 dan lagu2 yang bersifat menghujat the Jak. Reaksi anggota the Jakmania juga heboh. Mereka rame2 bikin kaos yang balas menghujat Viking.
Sikap ini justru malah mengobarkan api kebencian suporter Persija terhadap Viking. Sehingga the Jakers banyak yang benci mereka bukan karena tau kejadian awalnya, tapi karena mereka ga suka dikata-katain terus. Belakangan Komisi Disiplin mengeluarkan larangan akan hal-hal seperti ini. Terlambat! Dan penerapannya juga ga konsisten, masih banyak yang tetap melakukannya, bukan hanya Viking atau the Jakmania tapi hampir di semua stadion di Indonesia.
Sebetulnya ada juga pihak2 yang mengusahakan perdamaian. Panpel Persib pernah berinisiatif mempertemukan the Jakmania dan Viking di Bandung. Tapi pertemuan tersebut buntu karena tidak ada niat dari Heru Joko tuk berdamai.
Perseteruan makin melebar. Semakin banyak Viking yang masuk ke website the Jakmania dan menebarkan virus kebencian … semakin banyak dan besarlah kebencian the Jakers ke mereka. Bahkan Panglima Viking Ayi Beutik sempat mengeluarkan pernyataan tuk menjaga kelestarian permusuhan ini seperti Barcelona dan Real Madrid.
Sekarang permusuhan the Jakmania kontra Viking menjadi warna tersendiri bagi sepakbola Indonesia. Seorang sutradara tertarik menjadikan perseteruan ini sebagai inspirasi dalam filmnya yang berjudul ROMEO & JULIET. Di tengah perseteruan, Viking justru kompak untuk menolak film ini dengan alasannya masing2. Ketua Viking dengan didukung anggotanya membuktikan ucapannya dengan menggagalkan pemutaran film ini. Sementara di Jakarta justru sebaliknya, meski pimpinan menyatakan akan menuntut tapi toh hampir semua bioskop2 di jabodetabek dipenuhi oleh The Jakmania yang memang sudah ga sabar menanti film ini diputar.
Nah, itulah kisah panjang tentang permusuhan 2 kelompok suporter besar di Indonesia, paling engga dari kacamata gw. Tulisan ini dibuat atas permintaan seorang bobotoh yang penasaran dengan sebab musabab permusuhan tersebut. Gw juga ga suka dengan orang yang berkomentar sinis baik terhadap the Jakmania maupun Viking. Mereka itu tidak tau apa2, bisanya cuma menghakimi aja. Ada hak apa mereka menghujat? Liat dulu kisahnya baru mereka akan berpikir dan bantu mencarikan solusi.
Klo lu tanya ke gw, masih ada ga kemungkinan damai? Jawabanya ‘bomat” alias bodo amat. Ngapain mikirin? Bagi gw damai tu bukan kata benda, tapi kata kerja. Jadi ga usah banyak ngomong, yang penting buktiin. Lebih baik mikirin KOMITMEN masing2 aja, lebih cinta mana kita sama PERSIB atau sama PERMUSUHAN DENGAN THE JAKMANIA
Selasa, 18 Desember 2012
Eksotisme Sayidan
Mungkin anda sudah bosan dengan cerita yang bermula dari pengalaman shooting mengenai Shaggydog, tapi saya berjanji inilah cerita terakhir yang bermula darisana. Sebuah poin utama yang saya dapatkan bagi saya pribadi. Pada dasarnya cerita ini datang bukan dari Shaggydog melainkan dari kawasan dimana band ini kerap meluangkan waktunya. Adalah Sayidan nama tempat itu, sebuah kampung kecil yang terletak di pinggir Kali Code, Jogja. Kalau anda belum tau letak kampung ini, dengarkan saja lirik lagu “Sayidan” dari Shaggydog dijamin anda tak bakal nyasar saat menuju kesana.
Sayidan adalah sebuah kampung kecil yang begitu “eksotis” bagi saya. Disana terangkum beragam manusia. Dari mulai Pak Mojo si ketua RT yang religius tapi juga memiliki sebuah tato di lengannya. Kemudian Mas Adit yang merupakan seorang Doggies (sebutan penggemar Shaggydog) yang kerap menuangkan air kedamaian namun tampak seperti anak kecil tatkala menonton konser. Rumahnya pun banyak dihiasi oleh atribut keagamaan dan birokrasi negara, patung bunda maria berjejer dengan sebuah gambar presiden SBY di rumah seorang Doggies, hanya akan terjadi di kampung Sayidan kawan.
Namun jangan bayangkan Sayidan kemudian menjadi sebuah kawasan yang isinya hanya keributan dan pertempuran ala Berlan lawan Palmeriam di Jalan Matraman. Sayidan adalah sebuah kawasan yang rukun, meski bisa jadi punya benih-benih untuk munculnya sebuah kerusuhan. Saya percaya bahwa suasana seperti ini sangat sulit terwujud di kota besar, sebut saja Jakarta. Di Sayidan orang-orang bisa kumpul dan nongkrong di pos ronda depan masjid sambil menuangkan “air perdamaian”, coba bayangkan kalau itu terjadi di Jakarta? Mungkin sudah terjadi keributan massal antara yang pakai sorban dan yang bau anggur merah.
Sayidan menjadi spesial bagi saya bukan karena kerukunan ataupun tetek bengeknya. Yang jadi perhatian saya adalah karena di kampung ini saya baru sadar kalau saya suka sesuatu yang eksotis. Saya senang melihat maupun mengamati sesuatu yang benar-benar asing bagi saya. Oke mungkin pola interaksi di Sayidan tidaklah asing bagi saya, namun masyarakat di kawasan padat penduduk ini begitu menarik bagi saya, eksotis tepatnya. Sebuah keadaan yang akan membuat anda bergumam, “Anjrot, ada ye tempat kaya gini!”. Sebuah ungkapan yang biasanya diikuti dengan garis batas jarak antara anda dan objek tersebut.
Kampung Sayidan sama sekali tak salah karena saya anggap eksotis. Sebab setelah saya pikir-pikir saya akan selalu mencari keeksotisan sesuatu. Sewaktu saya pertama tinggal di Jogja dan tinggal di kawasan Jogokariyan saya berpikir biasa saja. Namun setelah saya kulik-kulik dan mengetahui bahwa dahulunya kawasan ini adalah kawasan “merah” pada masa ’66 kemudian berubah menjadi kawasan santri saya langsung menganggap kampung ini sebagai sesuatu yang eksotis. “Mampus, dulu tempatnya islam abangan sekarang jadi islam santri gini, anjing keren banget!” pikir saya dalam hati mengomentari Jogokariyan.
Pada dasarnya saya ingin melepaskan sifat saya ini, apalagi kalau saya mulai memandang seseorang eksotis. Seorang teman kuliah seangkatan misalnya selalu saya pandang eksotis karena keceriaannya adalah sebuah hasil kemarahan yang sangat mengenai sesuatu. Capek rasanya kalau sudah melihat keeksotisan sesuatu, untuk kemudian terus dikulik, seperti menelanjangi tanpa ada sebuah keakraban sebelumnya. Kalau seperti itu apa bedanya saya dengan pemerkosa? Hanya beda objek saja, namun sifatnya sepertinya sama saja.
Sudahlah saya pusing kenapa saya selalu berpikir eksotis macam ini. Saya mau melepaskan sifat ini, saya mau memandang semuanya biasa saja, saya mau menjalin interaksi tanpa sebuah cara pandang yang berlebih. Kalau terus-terusan eksotis begini sulit rasanya saya berada dalam sebuah lingkaran, saya akan terus berada di luar lingkaran. Atau jangan-jangan bagi orang lain saya yang eksotis? Sudahlah saya pusing sendiri jadinya. Yang jelas Sayidan mengajari saya biasa saja itu luar biasa.
www.youtube.com/watch?v=LPqJM1bwkUk
Ska survivor from Yogyakarta
“Di Sayidan, di jalanan, angkat sekali lagi gelasmu kawan. Di Sayidan, di jalanan, tuangkan air kedamaian.” (In Sayidan, on the streets, toast your glass, my friend. In Sayidan, on the streets, pour us the water of peace) – Di Sayidan.
courtesy of Shaggydog
Thousands of people dance around like there will be no tomorrow when Di Sayidan is played live on stage. For a local band, to draw a massive audience like this is a bit extraordinary. Shaggydog, a Yogyakarta-based band, can do it.
The video of its special performance is available on YouTube. It was taken from its show a few months ago in Yogyakarta. The live show was aired on a private television station.
Even though it plays ska — non-mainstream music — Shaggydog’s performance was aired nationwide.
In Indonesia, the golden age for ska was left a few year go. Its culmination can be traced back to the late 1990s when a major label company tried to push ska bands to the forefront. Shaggydog and Tipe X are among the last survivors that made it.
Shaggydog consists of Heru on vocals, Richard and Raymond on guitars, Bandizt on bass, Lilik on keyboard and programming, and Yoyok on drums. When they perform live, they often invite a brass section that always completes the maximum galore of ska music.
The band was founded in Sayidan, a small district in the heart of Yogyakarta, often considered the country’s capital of art. The artistic atmosphere of the town has seen many talented artists perform from many arts disciplines.
Shaggydog has been a tremendous ambassador to modern music in Yogyakarta. It toured The Netherlands few times and just visited Darwin, Australia, last year. Of course, it filled their set with songs in the Indonesian language, and people still danced.
Shaggydog stole attention when they sold thousands of copies of their self-titled album. Their second album Bersama (Together) was recorded in Bandung — the Mecca of indie labels.
The album was said to fail to meet expectations, however, among Doggies — nickname for its fans. Not many people still posses the original copy, which was released only on cassette. Rumor has it that even the band doesn’t keep a copy of it.
A breakthrough came when it released the follow up HotDogz with a major label distribution. HotDogz originally was a remake album consisting of songs from their self-titled and Bersama. It added few new tracks and a song titled Di Sayidan became their all-time anthem.
Di Sayidan is a tribute to their home that has been supportive over the years. These Sayidan natives became inspired by their home town, they even still based daily in Yogyakarta and are known to frequently hang out at their favorite bar.
SCTV did the right thing by asking them to perform for the locals. When Shaggydog plays in Yogyakarta, no one can beat the enthusiasm of the crowd.
“It’s always nicer to sleep in your own bed, right?” said Yoyok of the band “Our home crowd is always explosive,” added frontman Heru.
Right after Hot Dogz, the band released two other albums; Kembali Berdansa (Back to Dance) and Bersinar (Shining). These works lie in a new state where the band attempts to expand their reference and adds a few interesting elements to their music such as digital programming and Melayu-ish notes, especially in Bersinar, released last December.
“Some people who have been listening to us since day one thinks that this album is too mainstream. But please, try to listen to it as a whole package,” said Heru who took most of the responsibility for song writing.
“We’re at a level where we think we can make our music grow wider, without boundaries, and we also have begun to gain more acknowledgment from outside Indonesia.”
Yoyok shares his thought, “We are still having as much fun as we were when we first began. We’re still the same guys.”
The six members of the band have vowed to dedicate their energy to music. Everybody knows, if you’re not in a great band, then you cannot survive financially in Indonesia’s music industry. It is claimed they are taking a big risk.
“I want to live with music. It keeps me alive,” Yoyok chuckles.
After a few months after releasing Bersinar, the band is currently a non-stop tour artist. They’re playing on and off national television and accelerated themselves to the highest gear to conquer the nation with their ska music.
In simple words, Shaggydog has taught us that ska is still here, alive and well.
Reggae
Di Indonesia, beberapa nama yang terkenal dalam dunia musik reggae antara lain Tony Q, Steven & Coconut Treez, Joni Agung (Bali), New Rastafara, dan Heru ’Shaggy Dog’ (Yogyakarta) dan masih banyak lagi bermunculan band-band baru.
Sekitar tahun 1986, musik reggae mulai dikumandangkan di Indonesia. Band itu adalah Black Company, sebuah band dengan genre reggae. Kemudian beberapa tahun kemudian muncul Asian Roots yang merupakan turunan dari band sebelumnya. Lantas ada pula Asian Force, Abresso dan Jamming.
Keberadaan musik reggae di Indonesia terkesan terpinggirkan. Apalagi kesan yang diperoleh ketika seseorang melihat penampilan para musisi reggae yang terkesan urakan. Bahkan, ada idiom yang hingga kini membuatnya yaitu reggae identik dengan narkoba.
Apakah reggae identik dengan narkoba? Inil salah penafsiran sahaja. Sebut saja nama Tony Q yang dengan tegas bahwa reggae-nya adalah menitikberatkan pada cinta damai. Bila ditilik dari sejarahnya memang demikian yaitu identik dengan ‘ital’ –Ganja—sebut saja lagu Petertosh Let Jah Be praised, Mystic man, Legalized it dll. Yang begitu mengagungkan ganja sebagai alat seorang rastaman bersatu dengan Jah atau tuhan mereka. Memang tidak bisa dipungkiri pandangan negatif tentang musik ini.
Sebenarnya tidak demikian gerakan rastafari adalah sebuah gerakan besar yang terdiri banyak sekte bahkan tidak mengikat, artinya seseorang bebas menentukan jalan hidupnya tetapi tetap mengakui Rastafari Makonnen sebagai Messias baru. Bahkan di Jamaika seorang Rastafarian adalah seorang vegetarian tulen. Jika seorang Peter Tosh atau Bob Marley dengan lirik-liriknya yang berbau ganja hanya disebabkan mereka menemukan bahwa itulah suatu jalan menuju kedamaian batinnya saja, disamping makanan ital dan ganja adalah budaya Africa yang menurut mereka sebagai sesuatu yang harus dirangkul kembali.
Dalam ajaran rasta tidak ada yang mengharuskan meng-ganja. Atau meng-gimbal, itu hanyalah pemikiran tentang perangkulan budaya Africa yang dianggap rendah oleh kulit putih, dan pengikut ajaran ini ingin membuktikan bahwa budaya ini tidaklah rendah.
Coba anda resapi lirik dari salah satu lagu Tony Q Rastafara ini:
“”Reggae nggak harus gimbal
Gimbal gak selalu reggae
Reggae nggak harus maganjo
Reggae adalah musiknya pecinta damai
Sapa sing ngomong reggae ora penak
Wong penake kaya ngene…..”
Maju terus Reggae Indonesia Piss Damai di hati.
Shaggy Dog
Shaggy Dog
Shaggydog adalah sebuah band yang terbentuk pada Tanggal 1 Juni 1997 di Sayidan, sebuah kampung yang terletak di pinggir sungai di tengah kota Jogjakarta. Band yang beranggotakan Heru, Richard, Raymond, Bandizt, Lilik dan Yoyo’ ini sepakat untuk menyebut musik yang mereka mainkan sebagai “Doggy Stylee”, yaitu perpaduan antara beberapa unsur musik seperti ska, reggae, jazz, swing dan rock.
Shaggydog dipengaruhi oleh band-band seperti Cherry Poppin Daddies, Hepcat, Bob Marley, dan Song Beach Dub Allstars.
Album Shaggydog pertama kali dirilis pada tahun 1999 dengan judul “Shaggydog” dibawah label Doggy House. Pada tahun 2001 album kedua berjudul “Bersama” dirilis.
Masa keemasan Shaggydog dimulai pada tahun 2003, yang dimulai dari pesta tahun baru di UPN Jogjakarta dimana sekitar dua puluh ribu penggemar Shaggydog yang disebut doggies membanjiri UPN. Kemudian dilanjutkan dengan Tour 8 Kota Shaggydog yang berlangsung dari bulan Maret (Semarang, Solo, Tegal, Salatiga, Purwokerto, Pekalongan, Jogjakarta, Magelang), membuat nama Shaggydog semakin melambung.
Dengan berbekal materi yang cukup matang, Shaggydog mengajak EMI Indonesia untuk melakukan kolaborasi agar musik yang dihasilkan Shaggydog dapat tersebar lebih luas. Kolaborasi ini akhirnya menghasilkan album ketiga Shaggydog dengan judul “Hot Dogz”.
Lagu-lagu Shaggydog tidak hanya tersebar di Indonesia, tahun 2003 sebuah perusahaan rekaman di Jepang meminta salah satu lagu Shaggydog yang berjudul “Second Girl” untuk ikut kompilasi album “Asian Ska Foundation” yang berisi band-band ska se-Asia. Amat disayangkan album ini hanya beredar di Jepang. Dengan koneksitas manajemen yang bagus Shaggydog juga disertakan dalam berbagai kompilasi band-band yang terdapat di Eropa, yang antara lain adalah kompilasi “Banana Hits” yang dirilis oleh Republik Ceko.
Dimulai dari berbagai kompilasi dengan band luar negeri dan koneksi yang terjalin dengan baik, Shaggydog mulai dikenal di dunia internasional. Hal ini ditandai dengan didapatkannya kontrak dari Festival Mundial Production untuk menjalani tour selama bulan Juni di Belanda. Pada tahun tersebut, Shaggydog tampil kurang lebih empat belas kali di delapan kota di Belanda. Di negara ini pulalah Shaggydog juga berkesempatan untuk rekaman secara live di studio Wissellord, yang notabene adalah studio rekaman yang pernah digunakan oleh band-band papan atas seperti The Police, Metallica, dan Mick Jagger.
Pada tahun 2005 Shaggydog memutuskan untuk keluar dari EMI Indonesia yang menyebabkan keterlambatan dalam merilis album baru, sebelum akhirnya bergabung dengan Pops Recs untuk album mereka yang ke empat, dan sepenuhnya diproduseri oleh Shaggydog sendiri.
Pada tahun 2006, tepatnya dari bulan Maret hingga April, Shaggydog kembali diundang Festival Mundial Production untuk tour tunggal sebelas kota di Belanda Kemudian pada tahun 2009, tepatnya di akhir bulan Agustus Shaggydog diundang untuk tampil di acara Darwin Festival.
Pada bulan Agustus 2009 Shaggydog merilis album ke lima mereka yang berjudul “Bersinar” dibawah label Fame. Perjalanan panjang dan berbagai hambatan yang telah menyertai karier Shaggydog selama ini telah membulatkan tekad para personil Shaggydog untuk lebih mempertajam taring mereka di industri musik. Dengan kemampuan musikalitas yang semakin berkembang dan berbagai pengalaman tour di Eropa telah menunjukkan kalau Shaggydog tidak hanya bisa diterima oleh penikmat musik di Indonesia, tapi juga di seluruh dunia.
Diskografi
Album studio:
1. Shaggy Dog (1999)
2. Bersama (2001)
3. Hot Dog (2003)
4. Kembali Berdansa (2006)
Album kompilasi:
1. Asian Ska Foundation (2003)
2. Banana Compilation (2007)
Langganan:
Komentar (Atom)









